Inilah
Indonesia yang dengan tingkat itelegens yang tinggi hingga kita tidak
henti-hentinya mengganti kurikulum. Tahun ini Indonesia akan kembali melahirkan
kurikulum baru, kurikulum 2013. Pertanyaannya sampai dimana kurikulum ini akan
mampu bertahan? Hanya mentri pendidikan periode yang akan datang saja yang
mampu menjawabnya.
Tidak
bisa dipungkiri bahwa kurikulum 2006 atau yang lebih kita kenal dengan sebutan
Satandar KTSP memiliki banyak kekurangan. Salah satunya adalah sistem
pembelajarannya berpusat pada guru sehingga peserta didik cenderung seperti
‘’disuapi’’ dalam proses belajar-mengajar sehingga tidak terjadi interaksi
didalam proses belajar-mengajar tersebut. Metode mengajarnyapun sangat kaku sehingga
membuat para peserta didik jenuh dan bosan. Dan terlalu menitik beratkan pada
aspek kognitif dan kurang bermuatan karakter. Hanya satu kelebihan kurikulum
2006 ini bahwa didalam kurikulum 2006 masih tercium aroma cinta tanah air
dengan dijadikannya bahasa daerah sebagai bagian dari kurikulum. Sementara
dikurikulum baru ini, kurikulum 2013 Bahasa Daerah sama sekali tak terdeteksi.
Alasan
apa yang menjadi dasar dihilangkannya bahasa daerah dalam kurikulum baru ini?
Alasan apapun seharusnya tidak bisa dijadikan dasar untuk menghilangkan bahasa
daerah dalam kurikulum. Bahasa daerah adalah bahasa Ibu warisan bangsa yang
sangat berharaga dan patut di perjuangkan kelestariannya. Tapi ternyata hal ini
tidak sama bagi mereka yang duduk di balik kurikum 2013 ini.
Alih-alih
Bahasa Daerah akan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran seni budaya dan
prakarya, bukankah materi seni budaya itu sudah sangat banyak. Didalamnya
terdapat seni music, seni rupa, seni tari, seni lukis, seni pahat, dan banyak
lagi yang lain yang tentu membutuhkan banyak waktu untuk mempelajarinya lalu
kapan Bahasa Daerah akan diajarkan? Mempelajari setiap sub dari seni budaya itu
sendiri kadang tidak tuntas apalagi harus ditambah dengan Bahasa Daerah. Bahasa
Daerah butuh jam sendiri bukan ‘’numpang’’ di mata pelajaran lain.
Pengintegrasian ini adalah bahasa pengalusan dihilangkannya Bahasa Daerah dalam
kurikulum. Kurikulum 2013 cinta tanah air tanpa Bahasa Daerah sama saja bohong.
UUD 1945
pasal 32 ayat (2) yang berbunyi ‘’negara
menghormati dan memelihara Bahasa Daerah sebagai kekayaan budaya nasional’’.
Mungkin UU ini dilupakan oleh para pencetus kurikulum 2013 sehingga bahasa
daerah dihapuskan dalam kurikulum ini. Hal
ini pada akhirnya menimbulkan keraguan dari banyak pihak tentang komitmen
pemerintah dalam melaksanakan amanat konstitusi tersebut. Kita harus kembali
kepada pengertian budaya nasional. Budaya nasional merupakan puncak-puncak dari
kebudayaan daerah diseluruh nusantara, dan termasuk didalamnya adalah Bahasa
Daerah. Indonesia memiliki lebih dari 700 macam bahasa daerah dan banyak
diantaranya butuh perhatian ekstra dari pemerintah karena sudah banyak yang
terancam punah, lalu kemudian kurikulum 2013 menghilangkannya dari dunia
pendidikan lalu kepada siapa lagi kita berharap Bahasa Daerah ini dilestarikan
kalau pendidikan kita saja menolak melestarikannya. Padahal didunia pendidikan
generasi-genersi muda bangsa ini akan mengalami proses-proses pembudayaan dan
lewat pendidikan pula proses-proses sebuah bangsa mewujudkan kebudayaannya akan
tercipta seperti yang diinginkan. Kebudayaan bukan sebatas perlu dilestaraikan
melainkan menjadi jati diri untuk merepons budaya-budaya lain dan menghadapai
berbagai tantangan globalisasi dimasa akan datang.
Apakah
kurikulum 2013 malu dengan Bahasa Daerah? Apakah orang-orang dibalik kurikulum
ini tidak memiliki Bahasa Daerah? Ataukah mereka pemain naturalisasi dalam
pemerintahan kita? Pantaskah kita mempercayakan sistem pendidikan dengan
filosofi budaya luhur ditangan mereka yang menghilangkan budaya luhur itu
sendiri yaitu Bahasa Daerah.
Didalam
Bahasa Daerah itu terdapat banyak sekali nilai-nilai luhur warisan nenek moyang
yang selaras dengan Agama, Pancasila dan UUD 1945 sekaligus menjunjung tinggi
adat-istiadat dan norma yang berlaku didalam masyarakat. Bahasa Daerah adalah
jati diri anak-anak bangsa. Menghilangkan Bahasa Daerah sama menghilangkan jati
diri bangsa. Generasi muda akan kesulitan mengenali dirinya sebagai bagian dari
kemajemukan masyarakat Indonesia dan dunia modernisasi saat ini. Mereka akan kebarat-baratan, budaya timur
akan perlahan hilang di ikuti oleh budaya lokal di dalam diri generasi muda dan
masyarakat. satu hal yang harus kita ingat bahwa Bahasa Indonesia bahasa
kebangsaan kita itu diambil dari bahasa Melayu, dan sangat disayangkan
kurikulum 2013 tidak sejalan dengan amanat bangsa dan tidak sensitive dengan
budaya masyarakat khususnya Bahasa Daerah.
Kurikulum
2013 masih dalam bentuk draf tapi sudah bisa dipastikan tahun ini kisarannya
Juni akan mulai diberlakukan. Jika kemudian pemerintah tetap bersikukuh
meniadakan Bahasa Daerah atau bahasa halusnya mengintegrasikannya kedalam mata
pelajaran Seni Budaya maka pemerintah daerah harus bersiap-siap untuk membuat
aturan-aturan daerah atau peraturan gubernur untuk menjaga Bahasa Daerah tetap
menjadi mata pelajaran mandiri atau berdiri sendiri. Pemerintah daerah harus
menyegarakan hal ini dan butuh keseriusan didalamnya, karena Bahasa Daerah
bukanlah sebatas artefak yang harus
dilestarikan tapi lebih dari. Bahasa Daerah membentuk karakter anak bangsa
dengan kearifan lokal didalamnya. Budaya-budaya luhur yang syarat dengan makna
tinggi dan selarah dengan kehidupan dunia dan agama.