Rabu, 27 November 2013

Bahasa Daerah Tak Terdeteksi di Kurikukum 2013


 
                Inilah Indonesia yang dengan tingkat itelegens yang tinggi hingga kita tidak henti-hentinya mengganti kurikulum. Tahun ini Indonesia akan kembali melahirkan kurikulum baru, kurikulum 2013. Pertanyaannya sampai dimana kurikulum ini akan mampu bertahan? Hanya mentri pendidikan periode yang akan datang saja yang mampu menjawabnya.
                Tidak bisa dipungkiri bahwa kurikulum 2006 atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Satandar KTSP memiliki banyak kekurangan. Salah satunya adalah sistem pembelajarannya berpusat pada guru sehingga peserta didik cenderung seperti ‘’disuapi’’ dalam proses belajar-mengajar sehingga tidak terjadi interaksi didalam proses belajar-mengajar tersebut. Metode mengajarnyapun sangat kaku sehingga membuat para peserta didik jenuh dan bosan. Dan terlalu menitik beratkan pada aspek kognitif dan kurang bermuatan karakter. Hanya satu kelebihan kurikulum 2006 ini bahwa didalam kurikulum 2006 masih tercium aroma cinta tanah air dengan dijadikannya bahasa daerah sebagai bagian dari kurikulum. Sementara dikurikulum baru ini, kurikulum 2013 Bahasa Daerah sama sekali tak terdeteksi.
                Alasan apa yang menjadi dasar dihilangkannya bahasa daerah dalam kurikulum baru ini? Alasan apapun seharusnya tidak bisa dijadikan dasar untuk menghilangkan bahasa daerah dalam kurikulum. Bahasa daerah adalah bahasa Ibu warisan bangsa yang sangat berharaga dan patut di perjuangkan kelestariannya. Tapi ternyata hal ini tidak sama bagi mereka yang duduk di balik kurikum 2013 ini.
                Alih-alih Bahasa Daerah akan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran seni budaya dan prakarya, bukankah materi seni budaya itu sudah sangat banyak. Didalamnya terdapat seni music, seni rupa, seni tari, seni lukis, seni pahat, dan banyak lagi yang lain yang tentu membutuhkan banyak waktu untuk mempelajarinya lalu kapan Bahasa Daerah akan diajarkan? Mempelajari setiap sub dari seni budaya itu sendiri kadang tidak tuntas apalagi harus ditambah dengan Bahasa Daerah. Bahasa Daerah butuh jam sendiri bukan ‘’numpang’’ di mata pelajaran lain. Pengintegrasian ini adalah bahasa pengalusan dihilangkannya Bahasa Daerah dalam kurikulum. Kurikulum 2013 cinta tanah air tanpa Bahasa Daerah sama saja bohong.
                UUD 1945 pasal 32 ayat (2) yang berbunyi  ‘’negara menghormati dan memelihara Bahasa Daerah sebagai kekayaan budaya nasional’’. Mungkin UU ini dilupakan oleh para pencetus kurikulum 2013 sehingga bahasa daerah dihapuskan dalam kurikulum ini.  Hal ini pada akhirnya menimbulkan keraguan dari banyak pihak tentang komitmen pemerintah dalam melaksanakan amanat konstitusi tersebut. Kita harus kembali kepada pengertian budaya nasional. Budaya nasional merupakan puncak-puncak dari kebudayaan daerah diseluruh nusantara, dan termasuk didalamnya adalah Bahasa Daerah. Indonesia memiliki lebih dari 700 macam bahasa daerah dan banyak diantaranya butuh perhatian ekstra dari pemerintah karena sudah banyak yang terancam punah, lalu kemudian kurikulum 2013 menghilangkannya dari dunia pendidikan lalu kepada siapa lagi kita berharap Bahasa Daerah ini dilestarikan kalau pendidikan kita saja menolak melestarikannya. Padahal didunia pendidikan generasi-genersi muda bangsa ini akan mengalami proses-proses pembudayaan dan lewat pendidikan pula proses-proses sebuah bangsa mewujudkan kebudayaannya akan tercipta seperti yang diinginkan. Kebudayaan bukan sebatas perlu dilestaraikan melainkan menjadi jati diri untuk merepons budaya-budaya lain dan menghadapai berbagai tantangan globalisasi dimasa akan datang.
                Apakah kurikulum 2013 malu dengan Bahasa Daerah? Apakah orang-orang dibalik kurikulum ini tidak memiliki Bahasa Daerah? Ataukah mereka pemain naturalisasi dalam pemerintahan kita? Pantaskah kita mempercayakan sistem pendidikan dengan filosofi budaya luhur ditangan mereka yang menghilangkan budaya luhur itu sendiri yaitu Bahasa Daerah.
                Didalam Bahasa Daerah itu terdapat banyak sekali nilai-nilai luhur warisan nenek moyang yang selaras dengan Agama, Pancasila dan UUD 1945 sekaligus menjunjung tinggi adat-istiadat dan norma yang berlaku didalam masyarakat. Bahasa Daerah adalah jati diri anak-anak bangsa. Menghilangkan Bahasa Daerah sama menghilangkan jati diri bangsa. Generasi muda akan kesulitan mengenali dirinya sebagai bagian dari kemajemukan masyarakat Indonesia dan dunia modernisasi saat ini.  Mereka akan kebarat-baratan, budaya timur akan perlahan hilang di ikuti oleh budaya lokal di dalam diri generasi muda dan masyarakat. satu hal yang harus kita ingat bahwa Bahasa Indonesia bahasa kebangsaan kita itu diambil dari bahasa Melayu, dan sangat disayangkan kurikulum 2013 tidak sejalan dengan amanat bangsa dan tidak sensitive dengan budaya masyarakat khususnya Bahasa Daerah.
                Kurikulum 2013 masih dalam bentuk draf tapi sudah bisa dipastikan tahun ini kisarannya Juni akan mulai diberlakukan. Jika kemudian pemerintah tetap bersikukuh meniadakan Bahasa Daerah atau bahasa halusnya mengintegrasikannya kedalam mata pelajaran Seni Budaya maka pemerintah daerah harus bersiap-siap untuk membuat aturan-aturan daerah atau peraturan gubernur untuk menjaga Bahasa Daerah tetap menjadi mata pelajaran mandiri atau berdiri sendiri. Pemerintah daerah harus menyegarakan hal ini dan butuh keseriusan didalamnya, karena Bahasa Daerah bukanlah sebatas artefak  yang harus dilestarikan tapi lebih dari. Bahasa Daerah membentuk karakter anak bangsa dengan kearifan lokal didalamnya. Budaya-budaya luhur yang syarat dengan makna tinggi dan selarah dengan kehidupan dunia dan agama.   

Tidak ada komentar: